Tonimana; Kisah Nene Appu Dan Tanah Karanamu


Salah satu kisah turun temurun secara lisan dalam masyarakat Tapalang (khususnya daerah yang meliputi mulai dari Desa Rantedoda sampai Desa Taan) adalah kisah tokoh Tonimana. Kisah tokoh ini menghubungkan keberadaan atau asal muasal wilayah yang didiami masyarakat di Kelurahan Kasambang sekarang ini (dulu disebut sebagai Karanamu).  Tonimana dalam bahasa kasambang terdiri dari dua kata yakni To dan Mana, jika diartikan dalam bahasa Indonesia To diartikan sebagai Orang dan Mana’ diartikan sebagai Amanah. Sehingga  istilah Tonimana diartikan sebagai orang yang diberikan amanah.

Ada 2 tahapan turunnya nenek moyang ke daerah tapalang, keduanya berjumlah 12 orang bersaudara tahap pertama adalah nenek Tambulu Bassi merupakan pendiri Kerajaan Tapalang. Tahap kedua adalah Nenek Appu. 

Nene Appu memiliki saudara sebanyak 11 orang dan kesemua saudaranya ini sudah memiliki posisi yang cukup tinggi seperti sebagai penguasa suatu daerah tomakaka botteng, salubanua, aralle dan sebagaianya. Nene Appu yang merupakan seorang perempuan  meminta petunjuk dari orang tuanya agar diberikan amanah sebab dirinya akan pergi mengembara ke daerah lain, mengikuti keberhasilan saudara-saudaranya. Maka berpesanlah orang tuanya kepada anaknya bahwa ‘Lambi’ko lako dimesa banua a’dediang puemu’. Berangkatlah Nene Appu bersama hamba sahayanya sebanyak 40 orang menuju Desa Lombang (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan Malunda Kab. Majene).

Di Desa Lombang saat kedatangan Nene Appu sementara panen padi, sebagai tanda penghormatan oleh Tomakaka Lombang mempersilahkan kepada Nene Appu untuk ikut memanen padi di wilayahnya. Saat tinggal di Desa Lombang, Nene Appu dan anak tomakaka lombang saling jatuh hati. Maka menikahlah keduanya, setelah menikah keduanya turun ke arah Malunda tepatnya di Salumariri dan menjalani kehidupan sebagai petani. Kehidupan keluarga Nene appu kemudian diketahui oleh orang tapalang ketika mereka sedang berlayar mencari ikan disekitar wilayah tempat tinggal Nene Appu. Orang tapalang yang melihat asap dari daratan membuat mereka penasaran untuk mengetahui siapa gerangan yang ada didaratan tersebut dan merekapun menuju kedaratan.

Sesampainya didaratan nelayan tapalang tersebut dipersilah masuk ke rumah nene Appu. Melihat keramahan yang ditunjukkan oleh nene appu sebagai orang Aralle, maka bercerita lah nelayan tadi tentang kondisi di tapalang. “kami di tapalang tidak bisa masuk ke hutan tanpa kehilangan kepala kami, dipotong oleh orang toraja. Jika sekiranya anda mau untuk menyelesaikan masalah tersebut di daerah kami”. Nene appu berkata “itu tidak jadi masalah”. Maka orang tapalang berkata lagi” jika anda ke daerah kami maka kami akan menggarapkan lahan pertanian disana, anda tinggal menanaminya.

Selanjutnya nene appu ke tapalang tepatnya di Desa Rante Doda membuka lahan pertanian. Setelah tanamannya tumbuh, pada sore hari nene appu mandi di sungai dekat hutan. Saat itu pula dua orang toraja yang berniat membunuh mengendap-endap memperhatikan nene Appu. Berkata salah seorang diantaranya “ah sepertinya orang yang mandi itu adalah nene appu”, yang lain berkata “bukan, nene appu sekarang ada di malunda”. Teman kembali berkata “yang mandi itu Nene appu karena dia memiliki rambut panjang”. Maka kedua orang toraja tersebut menemui nene appu. Berkatalah nenek appu “bagus lah karena kalian sudah ada disini maka saya sampaikan kepada kalian bahwa kalian tidak boleh lagi membuat keonaran di daerah ini karena penguasa Tappalang sudah memberikan saya amanah untuk mendamaikan kalian”.

Pagi harinya orang toraja tersebut dipertemakan dengan orang tappalang untuk didamaikan. Maka diberikanlah 4 kerbau kepada orang toraja, dua ekor dipotong dan sisanya dibawa pulang orang tersebut sebagai pengganti sumpah mereka bahwa mereka harus membawa minimal dua kepala manusia. Setelah kejadian tersebut wilayah tappalang jadi aman dengan andanya perjanjian yang diprakarsai oleh nene Appu.

Maradia Tapalang merasa berutang budi terhadap nene appu, maka berembuglah maradia dan saudara-saudaranya untuk memberikan amanat berupa hadiah kepada nene appu “kita akan memberikan amat kepada tomakaka nene appu” ujar Maradia Tapalang.  Maka dipanggil lah nene appu untuk diberikan hadiah berupa kerbau dan uang. Maradia tapalang kemudian berkata “karena nene appu telah memberikan kedamaikan kepada kami, maka kami akan memberikan amanat berupa hadiah yang bisa anda lihat sekarang”. Nene appu berkata “saya tidak mau yang seperti ini”. Maka maradia tapalang berkata “apakah hadiah yang diberikan terlalu sedikit”. Nene appu berkata “tidak, ini justru banyak”.  Karena harus diberi amanat, maka nene appu berkata “saya mau diberi amanat jika yang diberikan adalah barang yang tidak bisa mati (abadi)”. Maka orang-orang yang mengikuti pertemuan tersebut bertanya-tanya apa yang dimaksud nene appu barang yang tidak mati.

Pada saat pertemuaan tersebut sekelompok anak-anak yang masih belum berpakaian sedang riuh mengadu ayam di bawah kolom rumah maka, orang yang ikut pertemuan tersebut menegur anak-anak tersebut untuk tidak ribut karena mengganggu orang yang sedang memikirkan apa yang dimaksud permintaan nene appu. Tiba-tiba salah seorang dari anak tersebut berkata dengan lantang “ahh diabandangi-diabandangi aka demuissang indoo tanna ande mate ne, aka tampo denei intue” (anak itu berkata “ yang dimaksud barang yang tidak mati adalah tanah”). Maka berkata salah seorang dari pembesar Tappalang “benar kah itu yang kita maksud tomakaka ?” Maka Nene Appu mengangguk membenarkan. “Kalau begitu apa yang bisa kita lihat kearah laut dan kearah gunung maka begitu juga luasnya wilayah akan kami amanahkan kepada anda” ujar pembesar Tappalang.

Suasana menjadi riuh karena beberapa masyarakat yang mengabdi kepada Kerajaan Tapalang keberatan dengan keputusan tersebut. Berkatalah pencari telur burung  maleo (telur burung maleo dikhususkan dipersembahkan pada raja), ”tidak akan adalagi bentuk pengabdian kami kepada raja kalau tempat usaha kami diserahkan kepada yang lain. Demikian juga Nelayan yang ada di wilayah tersebut (wilayah Dayanginna). Maka Raja Tappalang menunjuk langsung wilayah yang akan diamanahkan kepada Nene Appu, bermula dari Rante Doda menuju arah bukit Te’beng ke Karanamu menyusuri sungai ke pantai sampai keseluruhan Kasambang, Serang dan Taan (kesemua daerah tersebut dulunya disebut Karanamu).

Mendengar keberhasilan Nene Appu mendamaikan Tappalang yang ada diwilayah pesisir dengan orang toraja serta diamanahkan suatu wilayah oleh Raja Tappalang, maka nene Appu dipanggil ke kampung halamannya untuk diberikan penghargaan serupa karena keberhasilannya. Nene Appu diamanahkan wilayah yang luas diantara wilayah Tappalang dengan Mambi yang disebut sebagai Ratte Sahayang.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Tonimana; Kisah Nene Appu Dan Tanah Karanamu"

Post a Comment